Sunday, October 2, 2011

Perkawinan Campur dengan Agama Katolik

PERKAWINAN CAMPUR BEDA AGAMA
Dalam hukum Gereja Katolik, perkawinan campur dapat berarti sebagai berikut.
·         Perkawinan antara seorang Kristen Katolik dan seorang yang berbeda agama. Jadi, perkawinan antara seorang yang dibaptis dengan orang yang tidak dibaptis atau penganut agama lain. Misalnya, agama Islam, Buddha, Hindu, dan sebagainya.
·         Perkawinan dua orang Kristen yang berbeda Gereja. Misalnya antara orang Katolik dan orang Protestan atau Gereja-Gereja Kristen lainnya. Kedua-duanya telah dibaptis.
            Selanjutnya, kita akan membatasi diri dulu untuk berbicara tentang perkawinan campur beda agama, antara penganut agama Katolik dan agama lain.
Pandangan Gereja Katolik:
a.       Agama Katolik tidak mutlak melarang perkawinan campur antara orang Katolik dan orang yang berbeda agama, tetapi juga tidak menganjurkannya. Perkawinan campur beda agama memerlukan dispensasi dari Gereja supaya sah. Dispensasi ini diberikan dengan persyaratan sebagai berikut.
·         Pernyataan tekad pihak Katolik untuk menjauhkan bahaya meninggalkan imannya dan berjanji untuk sekuat tenaga mengusakan pembaptisan dan pendidikan anak-anak yang akan lahir secara Katolik.
·         Pihak bukan Katolik harus diberitahu mengenai janji pihak Katolik tersebut supaya sebelum menikah ia sadar akan janji dan kewajiban pihak Katolik.
·         Penjelasan kepada kedua belah pihak tentang tujuan dan sifat-sifat hakiki perkawinan yang tidak boleh disangkal agar perkawinan itu menjadi sah.
b.      Perkawinan campur beda agama yang sah menurut Gereja Katolik tidak dapat diceraikan.
PERKAWINAN CAMPUR BEDA GEREJA

Menurut teologi Kristen Protestan, suatu perkawinan adalah sah jika tekad nikah diungkapkan secara umum sehingga upacara di gereja hanya merupakan pemberian berkat dan pesan (firman). Perkawinan bukan suatu sakramen. Sementara, menurut keyakinan Katolik, jika salah satu di antara kedua mempelai dibaptis di Gereja Katolik maka peneguhan gerejanilah yang diperlukan supaya perkawinan itu sah. Perkawinan adalah suatu sakramen.
Perkawinan campur antara dua orang Kristen, yaitu perkawinan orang Katolik dan orang Kristen bukan Katolik (perkawinan beda Gereja) dilarang, jika dilakukan tanpa dispensasi. Meskipun demikian, “perbedaan Gereja” bukan merupakan halangan yang menggagalkan perkawinan.
“Tanpa izin yang tegas dari yang berwenang, dilarang perkawinan dua orang yang sudah dibaptis, yang di antaranya satu dibaptis dalam Gereja Katolik atau diterima di dalamnya setelah Pembaptisan dan tidak meninggalkan secara resmi, sedangkan pihak lain tercatat pada Gereja atau persekutuan gerejani yang tidak bersatu penuh dengan Gereja Katolik”.
Izin yang dituntut di atas dapat diberikan oleh uskup setempat, jika ada alasan yang wajar dan masuk akal. Namun, ia hanya boleh memberikan izin itu, jika syarat-syarat berikut ini terpenuhi.
1.      Pihak Katolik menyatakan bersedia menjauhkan bahaya meninggalkan imannya dan berjanji dengan jujur bahwa ia akan berusaha sekuat tenaga agar semua anaknya dibaptis dan dididik di Gereja Katolik.
2.      Mengenai janji yang wajib dibuat pihak Katolik itu, pihak lain hendaknya diberitahu pada waktunya dan sedemikian rupa, sehingga jelas bahwa ia sungguh sadar akan janji kewajiban pihak Katolik.
3.      Kedua pihak hendaknya diberi penjelasan mengenai tujuan dan sifat hakiki perkawinan, yang tidak boleh ditiadakan oleh pihak manapun.
Pihak Katolik terikat pada tata peneguhan perkawinan, yaitu perkawinan di hadapan uskup atau pastor paroki (atau imam maupun diakon yang diberi delegasi yang sah di hadapan dua orang saksi). Akan tetapi, jika ada alasan yang berat, uskup berhak memberikan dispensasi dari tata peneguhan itu. Jadi, peneguhan nikah dapat dilaksanakan di depan pendeta atau pegawai catatan sipil asal mendapat dispensasi dari uskup. Pihak Katolik wajib memohon dispensasi ini jauh sebelum peresmian perkawinan.
Karena menurut pandangan Kristen upacara di gereja hanya merupakan berkat, sedangkan menurut pandangan Katolik merupakan peneguhan yang membuat perkawinan itu sah maka dalam perkawinan ekumenis disarankan supaya pendeta firman dan pastor memimpin peneguhan atau kesepakatan nikah.

No comments:

Post a Comment