Sunday, October 2, 2011

Perkawinan sebagai Sakramen


1.      Perkawinan sebagai Sakramen
Sakramen artinya “tanda”. Apa yang ditandakan dalam sakramen perkawinan Katolik?
·         Tanda Cinta Allah
Dalam sakramen perkawinan, suami adalah tanda kehadiran Allah untuk mencintai sang istri dan istri menjadi tanda cinta dan kebaikan Allah bagi sang suami. Bahkan, bukan hanya tanda, mereka juga dipilih untuk menjadi utusan atau tangan Tuhan. Melalui, suami atau istri Tuhan hadir, menolong, menguatkan, dan membahagiakan pasangannya. Ia ikut mengerjakan apa yang telah mereka ikrarkan satu sama lain di hadapan-Nya. Sejak hari itulah mereka bertolak bersama-sama ke jalan menuju kepada-Nya.
Tuhan memilih suami dan istri Kristen supaya mereka menjadi tanda dan saran kasih setia-Nya bagi satu sama lain selama mereka hidup bersama. Maka dari itu, sakramen ini diberikan oleh suami kepada istrinya dan oleh istri kepada suaminya. Apa yang mereka lakukan dan ikrarkan di hadapan Tuhan dan umat beriman, itulah yang akan mereka teruskan selama hidup perkawinan mereka: saling menyempurnakan atau saling menguduskan sebagai anak Allah.
Pasangan manusia dicita-citakan oleh Tuhan menurut hakikatnya sendiri: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa … Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, … laki-laki dan perempuan …” (lih. Kej 1:26-28).
Hakikat Tuhan ialah cinta yang maha sempurna, yang menyatukan Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus.
Allah menhendaki supaya manusia menjadi seperti hakikat-Nya itu. Satu dalam cinta yang mesra. Manusia yang menjadi dua ketika Allah menciptakan Hawa dari tulang rusuk Adam, langsung disatukan kembali secara lebih sempurna dalam cinta. Allah membimbing Hawa kepada Adam (karena tidak baik manusia itu sendirian saja) dan Adam kegirangan berucap, “Inilah dia tulang dari tulangku dan daging dari dagingku!” Sejak saat itu, memang lelaki harus meninggalkan ibu-bapaknya untuk bersatu padu jiwa dan raga dengan istrinya. Mereka bukan lagi dua, melainkan satu!
Sungguh pasangan manusia dicita-citakan oleh Tuhan menurut hakikat-Nya sendiri. Persatuan dan cinta antara pria dan wanita menjadi tanda cinta-Nya.

·         Tanda Cinta Kristus kepada Gereja-Nya
Persatuan cinta suami istri Kristen menunjuk kepada suatu persatuan cinta yang lain. Perkawinan Kristen menjadi gambaran dari hubungan cinta yang lebih mulia, yaitu persatuan hidup Kristus dengan umat-Nya. Adanya suami di samping istrinya dan istri di samping suaminya dalam ikatan cinta, adalah tanda nyata bahwa Kristus selalu menyertai kita, dan kita sebagai suami istri selalu semakin dipersatukan dalam Dia.
Santo Paulus berkata, “Hai suami, kasihilah istrimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya untuk menguduskannya … Demikian juga suami harus mengasihi istrinya sama seperti tubuhnya sendiri … Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat, karena kita adalah anggota tubuh-Nya. Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat.” (Ef 5:25-32).
Jadi, dapatlah kita menarik kesimpulan ini: cinta kasih suami istri didukung oleh kesatuan Gereja, tetapi kesatuan yang berlangsung dalam perkawinan kristiani. Oleh sebab itu, kehidupan perkawinan disebut sel hidup umat Allah.
Kiranya menjadi jelas bahwa dengan menjadi suatu sakramen, perkawinan manusiawi diberi rahmat kekuatan yang jauh melampaui kekuatan insan kedua suami istri itu. Kekuatan dahsyat ini diberikan oleh Kristus, supaya suami istri sanggup mengamalkan tujuan perkawinan, yang antara lain menuntut kesatuan, semangat berkorban, kesediaan mengampuni, sikap terbuka dan saling percaya walaupun sudah dikecewakan. Ini sunggu suatu realitas baru!
Hidup setia antara suami istri yang menandakan cinta dan kebahagiaan diangkat oleh Kristus untuk menjadi tanda dan sumber rahmat ilahi, bukan hanya pada hari pernikahan yang membahagiakan itu. Sakramen perkawinan tidak selesai pada waktu pengantin baru meninggalkan gereja. Sakramen ini bukanlah sekedar suatu upacara di gereja. Upacara perkawinan bukanlah happy ending dari suatu perjalanan panjang dan berliku-liku, melainkan a new beginning. Sakramen itu berjalan terus hari demi hari selama mereka hidup.
Sakramen perkawinan adalah hidup pasangan itu, mulai pada hari pernikahan mereka sampai saat mau memisahkan mereka. Hidup perkawinan adalah suatu ziarah iman dalam cinta, bila dihayati hari demi hari dengan setia, akan menjadi tanda bahwa Allah mencintai kita tanpa batas.

2.      Sifat-Sifat Perkawinan Sakramental
Karena perkawinan sacramental adalah tanda cinta Allah kepada manusia dan cinta Kristus kepada Gereja-Nya maka cinta perkawinan itu harus utuh, tak terbagi (monogami) dan tak terceraikan. Cinta Allah dan cinta Kristus adalah utuh dan abadi.
·   Monogami
Salah satu perwujudan cinta dan kesetiaan Kristen dalam perkawinan ialah bahwa perkawinan Kristen menolak poligami dan poliandri. Dalam perkawinan Kristen, suami harus menyerahkan diri seutuhnya kepada istrinya dan sebaliknya istri pun harus menyerahkan dirinya secara utuh kepada suaminya, tidak boleh terbagi kepada pribadi-pribadi yang lain. Hanya satu untuk satu sampai kematian memisahkan mereka. Inilah yang dituntut oleh Injil kita.
Yesus menegaskan, “Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka berdua bukan lagi dua, melainkan satu” (Mat 19:5-6a). Inilah persatuan dan cinta yang sungguh menyeluruh, tak terbagi, dan total sifatnya. Persatuan dan cinta yang utuh seperti ini melahirkan rasa saling percaya, saling menerima segala kebaikan dan kekurangan masing-masing.
Atas dasar persatuan dan cinta inilah suami istri boleh merasa aman satu terhadap yang lain, tak perlu saling mencurigai dan menduga-duga. Diri pasangan seluruhnya untuk kita dan seluruh diri kita untuk pasangan kita. Kita saling menyerahkan diri seutuh-utuhnya. Dalam perkawinan Kristen, yang diserahkan bukan suatu hak, bukan pula badan saja, juga bukan hanya tenaga dan waktu, melainkan seluruh diri kita, termasuk hati dan seluruh masa depan kita.

·   Tak Terceraikan
Perkawinan Kristen bukan saja monogam, tetapi juga tak dapat diceraikan. Perkawinan Kristen bersifat tetap, hanya maut yang dapat memisahkan keduanya. Kita tidak dapat menikahi seseorang untuk jangka waktu tertentu, kemudian bercerai untuk menikah lagi dengan orang lain. Perkawinan Kristen menuntut cinta yang personal, total, dan permanen itu (bdk. Mrk 10:2-12; Luk 16:18).
Kita tidak boleh berpikir atau berkata, “Saya mau menikahi kamu untuk sepuluh tahun” atau “Saya mau menikahi kamu selama kamu cantik, tetapi kalau sudah ada tanda-tanda menua, maaf saja … selamat tinggal!” Kalau demikian halnya, bagaimana bisa saling percaya satu sama lain? Dapatkah kita saling menyerahkan diri dengan syarat, dengan perasaan cemas kalau-kalau batas waktunya sudah dekat?
Nah, untuk memberikan landasan yang kuat, dalam janji pernikahan, di hadapan Tuhan setiap calon mempelai saling mengikrarkan kesetiaan mereka, sampai maut memisahkan. “Ya” yang diucapkan pada hari pernikahan adalah “ya” tanpa syarat. Dan, “ya” ini hendaknya diulang terus-menerus. “Ya” kepada seluruh diri teman hidup kita dan “ya” untuk selamanya. Tekad dan usaha yang jujur untuk mengamalkan itu diberkati oleh Tuhan. Suami dan istri dipilih Tuhan untuk menjadi sakramen. Jadi, mereka diangkat menjadi tanda kehadiran Kristus yang selalu menguduskan, menguatkan, dan menghibur tanpa syarat apapun. Dan, karena Kristus dengan setia menyertai dan menolong suami istri, mereka pun sanggup untuk setia satu terhadap yang lain. Sifat sacramental perkawinan Kristen itulah yang membuatnya kokoh dan tak terceraikan.
Bahwa pasangan Katolik tidak bisa (bukan hanya tidak boleh) bercerai, memang sukar dimengerti oleh orang lain. Sifat ini hanya dapat kita terima kalau kita menyadari bahwa Tuhan memilih dan mengukuhkan seseorang supaya menjadi tanda dan alat keselamatan (sakramen) bagi teman hidupnya.

No comments:

Post a Comment