Sesudah
kita melihat arti dan makna perkawinan, tujuan perkawinan, perkawinan sebagai
sakramen dan sifat-sifatnya, serta berbagai tantangan dan kesulitan dalam hidup
perkawinan, semoga kita menjadi sadar bahwa perkawinan (dan hidup berkeluarga)
bukan soal main-main, tetapi soal penting, menyangkut suatu panggilan atau
karier pokok dalam hidup manusia. Maka, diperlukan suatu persiapan yang
sungguh-sungguh sebelum memasukinya. Pacaran dan pertunangan hendaklah dilihat
sebagai masa persiapan jangka dekat, yang bukan saja digunakan untuk memadu
cinta, tetapi juga untuk mempersiapkan segala sesuatu untuk memasuki jenjang
perkawinan. Apa saja yang perlu dipersiapkan?
1.
Menyadari
Perkawinan dan Hidup Keluarga Sebagai Karier
Di atas sudah disinggung bahwa
perkawinan dan hidup berkeluarga sungguh suatu karier pokok. Oleh sebab itu,
perlu dipersiapkan dengan penuh kesungguhan. Tragedi zaman kita ialah kita
kurang sadar bahwa perkawinan merupakan suatu karier. Orang menghargai hokum,
ahli pendidikan, dokter, perawat, penyanyi, namun kita lalai menempatkan
perkawinan sebagai suatu karier yang top.
Perkawinan sebagai suatu karier tidak
dapat disamakan dengan semua kebajikan dan sifat khas dari bermacam-macam
karier khusus. Perkawinan menuntut kesabaran seorang guru, keahlian seorang
psikolog, kegesitan diplomasi seorang negarawan, rasa adil seorang hakim, seni
humor seorang pelawak, semangat berkorban seorang dokter, keramah-tamahan
seorang pramugari, belas kasihan seorang yang penuh pengampunan dan sebagainya.
Perkawinan sungguh merupakan karier
yang terpenting. Selain dibutuhkan kesungguhan berusaha dan ketekunan dan niat
yang kuat untuk berhasil, sebelumnya juga diperlukan persiapan yang matang. Tak
dapat disangkal bahwa banyak perkawinan kandas karena orang tidak pernah
menganggapnya sebagai suatu tugas dan karier yang paling top dan oleh sebab itu
tidak pernah mempersiapkannya secara sungguh-sungguh. Seperti pada
karier-karier lainnya, dalam perkawinan juga berlaku hokum yang sama: tanpa
persiapan, semuanya bisa berantakan!
Dalam pelajaran ini, kita sudah mencoba
mendalami arti dan makna perkawinan, tujuan perkawinan, perkawinan sebagai
sakramen dan sifatnya, serta tantangan dan kesulitan dalam kehidupan
perkawinan. Pokok-pokok yang sama pasti akan diperoleh lagi dalam “kursus
perkawinan” yang diberikan menjelang pernikahan. Semua itu hanya mau menegaskan
bahwa perkawinan sungguh suatu panggilan dan suatu karier pokok yang perlu
dipersiapkan dengan sungguh-sungguh.
2.
Memahami
Hukum Sipil dan Gereja tentang Perkawinan
· Ketentuan Hukum Sipil
Undang-undang Perkawinan menegaskan bahwa
suatu perkawinan adalah sah jika dilakukan menurut hukum masing-masing agama
dan kepercayaan. Selain itu, peristiwa pernikahan (perkawinan) tersebut harus
dicatat menurut peraturan yang berlaku. Selanjutnya, juga disebutkan tentang
halangan-halangan untuk melangsungkan perkawinan, misalnya masalah hubungan
darah (keluarga), umur (pria 19 tahun dan wanita 16 tahun).
· Ketentuan Hukum Gereja
Perkawinan menjadi sah kalau calon
suami istri itu memberikan persetujuan mereka untuk hidup bersama sebagai suami
istri di hadapan seorang imam dan dua orang saksi. Selanjutya, dari pasangan
itu dituntut banyak syarat supaya perkawinan mereka sungguh sah, misalnya:
·
Persetujuan itu diberikan secara bebas
dan ikhlas;
·
Pria paling kurang berumur 16 tahun dan
wanita 14 tahun;
·
Tidak menderita impotensi;
·
Salah satu dari pasangan itu atau
kedua-duanya tidak terikat oleh perkawinan dengan orang lain atau tahbisan dan
kaul yang public dan kekal;
·
Keduanya tidak mempunyai hubungan darah
dalam garis lurus;
·
Tidak terlibat pembunuhan suami atau
istri lama untuk perkawinan yang baru.
3.
Memilih
Pasangan yang Benar dan Baik
Perkawinan adalah suatu karier pokok
yang harus dijalani dengan pasangan hidup. Maka itu, sangatlah penting untuk
memilih pasangan hidup yang benar dan baik. Apa saja yang harus diperhatikan
dalam memilih pasangan sejati?
·
Kita hendaknya memilih pasangan hidup
yang sungguh mencintai kita dan yang kita cintai, dengan cinta yang sungguh
pribadi. Menerima pasangan apa adanya, dengan segala keunggulan dan
kekurangannya. Elakkan menerima pasangan karena terpaksa.
·
Sifat dan karakter dari pasangan
kiranya perlu diperhatikan. Selain baik, alangkah baiknya kalau bersifat
komplemnenter, bisa saling melengkapi dan mengisi.
·
Kesehatan jasmani dan jiwani terjamin.
·
Usia yang agak sepadan.
·
Pendidikan yang tidak terlalu berbed
jauh.
·
Sebisa mungkin berkeyakinan dan iman
yang sama.
Perlu
diketahui bahwa syarat-syarat di atas tentu saja tidak bersifat sangat mutlak,
pengecualian-pengecualian dapat saja terjadi.
4.
Hal-Hal
Lain yang Perlu Dipertimbangkan
·
Sebaiknya, salah satu dari pasangan
atau kedua-duanya sudah memiliki pekerjaan yang dapat menjamin untuk memperoleh
rezeki. Tidaklah bijaksana jika calon pasangan suami istri itu melangsungkan
pernikahan, jika keduanya masih menganggur.
·
Sebaiknya, pasangan yang akan menikah
sudah memiliki rumah, walaupun rumah kontrakan daripada harus tinggal dengan
mertua/orang tua.
·
Sebaiknya, calon pasangan memiliki
tabungan yang cukup untuk memulai hidup sebagai keluarga.
No comments:
Post a Comment