Sunday, October 2, 2011

Persiapan Perkawinan


Sesudah kita melihat arti dan makna perkawinan, tujuan perkawinan, perkawinan sebagai sakramen dan sifat-sifatnya, serta berbagai tantangan dan kesulitan dalam hidup perkawinan, semoga kita menjadi sadar bahwa perkawinan (dan hidup berkeluarga) bukan soal main-main, tetapi soal penting, menyangkut suatu panggilan atau karier pokok dalam hidup manusia. Maka, diperlukan suatu persiapan yang sungguh-sungguh sebelum memasukinya. Pacaran dan pertunangan hendaklah dilihat sebagai masa persiapan jangka dekat, yang bukan saja digunakan untuk memadu cinta, tetapi juga untuk mempersiapkan segala sesuatu untuk memasuki jenjang perkawinan. Apa saja yang perlu dipersiapkan?

1.      Menyadari Perkawinan dan Hidup Keluarga Sebagai Karier
Di atas sudah disinggung bahwa perkawinan dan hidup berkeluarga sungguh suatu karier pokok. Oleh sebab itu, perlu dipersiapkan dengan penuh kesungguhan. Tragedi zaman kita ialah kita kurang sadar bahwa perkawinan merupakan suatu karier. Orang menghargai hokum, ahli pendidikan, dokter, perawat, penyanyi, namun kita lalai menempatkan perkawinan sebagai suatu karier yang top.
Perkawinan sebagai suatu karier tidak dapat disamakan dengan semua kebajikan dan sifat khas dari bermacam-macam karier khusus. Perkawinan menuntut kesabaran seorang guru, keahlian seorang psikolog, kegesitan diplomasi seorang negarawan, rasa adil seorang hakim, seni humor seorang pelawak, semangat berkorban seorang dokter, keramah-tamahan seorang pramugari, belas kasihan seorang yang penuh pengampunan dan sebagainya.
Perkawinan sungguh merupakan karier yang terpenting. Selain dibutuhkan kesungguhan berusaha dan ketekunan dan niat yang kuat untuk berhasil, sebelumnya juga diperlukan persiapan yang matang. Tak dapat disangkal bahwa banyak perkawinan kandas karena orang tidak pernah menganggapnya sebagai suatu tugas dan karier yang paling top dan oleh sebab itu tidak pernah mempersiapkannya secara sungguh-sungguh. Seperti pada karier-karier lainnya, dalam perkawinan juga berlaku hokum yang sama: tanpa persiapan, semuanya bisa berantakan!
Dalam pelajaran ini, kita sudah mencoba mendalami arti dan makna perkawinan, tujuan perkawinan, perkawinan sebagai sakramen dan sifatnya, serta tantangan dan kesulitan dalam kehidupan perkawinan. Pokok-pokok yang sama pasti akan diperoleh lagi dalam “kursus perkawinan” yang diberikan menjelang pernikahan. Semua itu hanya mau menegaskan bahwa perkawinan sungguh suatu panggilan dan suatu karier pokok yang perlu dipersiapkan dengan sungguh-sungguh.





2.      Memahami Hukum Sipil dan Gereja tentang Perkawinan
·   Ketentuan Hukum Sipil
Undang-undang Perkawinan menegaskan bahwa suatu perkawinan adalah sah jika dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Selain itu, peristiwa pernikahan (perkawinan) tersebut harus dicatat menurut peraturan yang berlaku. Selanjutnya, juga disebutkan tentang halangan-halangan untuk melangsungkan perkawinan, misalnya masalah hubungan darah (keluarga), umur (pria 19 tahun dan wanita 16 tahun).

·   Ketentuan Hukum Gereja
Perkawinan menjadi sah kalau calon suami istri itu memberikan persetujuan mereka untuk hidup bersama sebagai suami istri di hadapan seorang imam dan dua orang saksi. Selanjutya, dari pasangan itu dituntut banyak syarat supaya perkawinan mereka sungguh sah, misalnya:
·         Persetujuan itu diberikan secara bebas dan ikhlas;
·         Pria paling kurang berumur 16 tahun dan wanita 14 tahun;
·         Tidak menderita impotensi;
·         Salah satu dari pasangan itu atau kedua-duanya tidak terikat oleh perkawinan dengan orang lain atau tahbisan dan kaul yang public dan kekal;
·         Keduanya tidak mempunyai hubungan darah dalam garis lurus;
·         Tidak terlibat pembunuhan suami atau istri lama untuk perkawinan yang baru.

3.      Memilih Pasangan yang Benar dan Baik
Perkawinan adalah suatu karier pokok yang harus dijalani dengan pasangan hidup. Maka itu, sangatlah penting untuk memilih pasangan hidup yang benar dan baik. Apa saja yang harus diperhatikan dalam memilih pasangan sejati?
·         Kita hendaknya memilih pasangan hidup yang sungguh mencintai kita dan yang kita cintai, dengan cinta yang sungguh pribadi. Menerima pasangan apa adanya, dengan segala keunggulan dan kekurangannya. Elakkan menerima pasangan karena terpaksa.
·         Sifat dan karakter dari pasangan kiranya perlu diperhatikan. Selain baik, alangkah baiknya kalau bersifat komplemnenter, bisa saling melengkapi dan mengisi.
·         Kesehatan jasmani dan jiwani terjamin.
·         Usia yang agak sepadan.
·         Pendidikan yang tidak terlalu berbed jauh.
·         Sebisa mungkin berkeyakinan dan iman yang sama.
Perlu diketahui bahwa syarat-syarat di atas tentu saja tidak bersifat sangat mutlak, pengecualian-pengecualian dapat saja terjadi.
4.      Hal-Hal Lain yang Perlu Dipertimbangkan
·         Sebaiknya, salah satu dari pasangan atau kedua-duanya sudah memiliki pekerjaan yang dapat menjamin untuk memperoleh rezeki. Tidaklah bijaksana jika calon pasangan suami istri itu melangsungkan pernikahan, jika keduanya masih menganggur.
·         Sebaiknya, pasangan yang akan menikah sudah memiliki rumah, walaupun rumah kontrakan daripada harus tinggal dengan mertua/orang tua.
·         Sebaiknya, calon pasangan memiliki tabungan yang cukup untuk memulai hidup sebagai keluarga.

No comments:

Post a Comment