Sunday, October 2, 2011

Tantangan dan Kesulitan dalam Perkawinan


Di sini akan dikemukakan satu dua tantangan dalam kehidupan perkawina, baik tantangan yang bersifdat dari dalam dan tantangan yang bersifat dari luar. Kita akan membicarakannya satu per satu.
1.      Tantangan yang Bersifat dari Dalam
Di sini dibicarakan tantangan-tantangan yang disebabkan oleh factor-faktor dalam perkawinan itu sendiri.
·   Kebosanan dan Kejenuhan
Pada masa pacaran, pertunangan, dan pemulaan perkawinan orang biasanya berada pada tahap cinta emosional dan romantic. Cinta tanpa banyak pertimbangan rasional. Pada masa-masa itu, hidup ini terasa sangat indah dan menyenangkan. Si dia di mata kita sungguh tanpa cacat cela. Cinta kita kepadanya merupakan cinta ultroistis, cinta yang rela berkorban sampai melupakan diri demi kebahagiaan.
Akan tetapi, sesudah beberapa waktu, kita mulkai merasa bahwa si dia bukanlah seseorang yang tanpa cacat cela. Dari hari ke hari semakin banyak cacat dan kekurangan yang kita lihat. Mungkinh cacat yang kecil, tetapi kalau terus ditimbun dari waktu ke waktu, kita akan merasa kecewa, bosan, dan jenuh. Kita bisa jatuh kepada cinta diri.
Dan, kalau kita mulai mementingkan diri sendiri, timbullah rupa-rupa  bencana. Di mana ada cinta diri, di sana tidak ada tempat lagi bagi sikap bertengang rasa, sikap saling mengerti dan memaafkan. Yang ada hanyalah nafsu kesenangan sendiri, nafsu menang sendiri, nafsu tahu sendiri, dan sebagainya.
Dalam situasi ini seperti ini cinta romantic harus diganti dengan cinta yang rasional. Cinta dengan dimensi tanggung jawab yang lebih kuat. Tanggung jawab kepada teman hidup dan anak-anak.

·   Perbedaan Pendapat dan Pandangan
Perbedaan pendapat dan pandangan sebenarnya soal biasa, aal saja orang mau saling menghormati pendapat dan keyakinan teman hidup. Dalam hal-hal yang agak prinsipii (misalnya menyangkut pendidikan anak dalam keluarga), dapat dicari jalan keluar bersama-sama, dengan kepala dingin. Persoalan akan muncul kalau salah seorang dari suami istri itu mulai memaksakan kehendaknya serta mengambil keputusan dan tindakan secara sepihak. Pihak lain tentu merasa disepelekan dan dianggap sepi. Dengan demikian percekcokkan tidak dapat dielakkan. Setiap saat pertengkaran dan bentrokan selalu bisa terjadi. Perbedaan pandangan ini sering terjadi dalam bidang pendidikan anak, pengaturan kesejahteraan keluarga, KB, dan sebagainya.

·   Ketakserasian dalam Hubungan Seksual
Hubungan seksual merupakan soal yang sangat peka pula. Kalau tidak bertenggang rasa, bisa menimbulkan kerenggangan antara suami dan istri. Kalau suami terlalu menuntut, baik mengenai waktu dan cara maupun tempat untuk berhubungan seksual, istri akan merasa bahwa dirinya hanyalah alat pemuas nafsu suami saja. Dengan itu, ia akan merasa sangat tersinggung dan menderita. Sebaliknya, kalau istri menolak melayani suaminya atau melayaninya dengan setengah hati, suami akan merasa sangat tersinggung. Banyak suami yang jatuh ke pelukan wanita lain atau pelacur karena dendam kepada istrinya atau untuk mendapat pelayanan seksual yang lebih memuaskan daripada istrinya.




·   Perzinahan/Perselingkuhan
Sering kali, oleh suatu keadaan tertentu, suami dan istri tidak bisa melakukan hubungan seksual untuk jangka waktu tertentu. Mungkin karena urusan tugas, urusan kesehatan, masa hamil tua, minggu-minggu pertama sesudah persalinan, atau halangan-halangan lainnya. Kurangnya perhatian dan pengertian yang diberikan kepada pasangan juga dapat meretakkan keluarga. Dalam situasi semacam ini, salah seorang pasangan dapat merasa tergoda untuk menyeleweng dari kewajiban suci perkawinannya: dia akan mencari kepuasan hubungan seks dengan seorang wanita atau laki-laki yang lain.
Tentu saja, perzinahan adalah pelanggaran berat melawan kesucian dan kesetiaan perkawinan yang mendatangkan penderitaan besar untuk semua anggota keluarga, termasuk pihak yang tidak setia.
Gereja Katolik cukup tegas dalam menilai dosa perzinahan itu, namun Gereja tak pernah mengizinkan perceraian. Jalan satu-satunya yang wajar untuk pasutri itu ialah bertobat, saling mengampuni dan memabarui cinta yang ikhlas demi kebahagiaan seluruh keluarga.

·   Kemandulan
Kalau salah satu pasangan ternyata mandul, sering kali timbul krisis dalam perkawinan. Biasanya, satu pihak mempersalahkan pihak lain walaupun kemandulan bukanlah kesalahan pribadi. Apa yang penting dalam situasi itu ialah janganlah berhenti saling mencintai, tetapi pakailajh akal budi dan cobalah memeriksakan diri dulu ke dokter. Bisa terjadi bahwa kemandulan tidak bersifat tetap, tetapi dapat diatasi secara fisiologis dan psikologis.
Akan tetapi, kalau ternyata salah seorang dari pasangan suami istri ini mandul tetap, mereka harus menerima kenyataan pahit ini. Mereka tidak boleh percaya kepada pendapat kolot bahwa perkawinannya tidak direstui oleh nenek moyang, dan dengan demikian boleh merencanakan perceraian sebagai jalan keluar. Perkawinan Kristen tetap mempunyai arti yang dalam, meski tanpa kemungkinan untuk mendapat anak sendiri.

2.      Tantangan yang Bersifat dari Luar

Yang dimaksudkan dengan tantangan yang bersifat dari luar ialah tantangan-tantangan yang disebabkan oleh faktor-faktor di luar perkawinan itu sendiri. Kita akan menyebutkan dua contoh saja.
·   Pengaruh-pengaruhg atau suasana negatif yang bisa mengganggu dan mengaburkan martabat lembaga perkawinan. Pengaruh-pengaruh atau suasana negatif tersebut antara lain sebagai berikut.
­   Kawin cerai yang semakin banyak terjadi di dalam masyarakay kita sekarang ini. Dikatakan lebih dari 50% perkawinan di Indonesia berakhir dengan perceraian.
­   Suasana dan kebiasaan berpoligami, atau dengan gaya yang lebih modern: memiliki wanita simpanan. Belum lagi penyelewengan-penyelewengan (sampai dengan kebiasaan tukar kunci) yang semakin biasa di zaman ini. Akhir-akhir ini banyak Koran mengungkapkan bahwa ternyata sebagian besar bapak (suami) di kota-kota besar di Indonesia pernah menyeleweng. Ibu-ibu pun ternyata mulai berperilaku yang sama.
­   Cinta bebas dan pelacuran dalam berbagai bentuk semakin meluas. Koran-koran menuliskan bagaimana suasana mesum ini sudah melibatkan para pelajar, mahasiswi, ibu-ibu rumah tangga, dokter, bahkan anak-anak dibawah umur. Suasana ini mungkin akan semakin mewabah.
­   Media massa dan sarana-sarana lain yang bersifat pornografis telah menyusup secara meluas ke dalam masyarakat kita.
Semua hal yang disebutkan di atas tentu saja bisa merupakan godaan besar bagi pasangan suami istri untuk mengkhianati kesetiaan perkawinan mereka.
·   Masalah-masalah lain yang tak terlalu langsung berhubungan dengan perkawinan, tetapi bisa mempunyai akibat yang cukup besar untuknya. Sekedar contoh, kita bisa menyebutkan satu diantaranya, yaitu keadaan ekonomi rumah tangga yang morat-marit. Suatu rumah tangga yang selalu terbentur pada kesulitan ekonomi, bisa mengalami kegagalan dalam kehidupan perkawinan. Kesulitan ekonomi rumah tangga bisa membuat seseorang berprasangka buruk tentang teman hidupnya. Dalam keadaan semacam itu bapak atau ibu bisa mulai berspekulasi, mencari peruntungan dalam bentuk judi, korupsi, mencuri, dan sebagainya.
Menghadapi kesulitan-kesulitan itu, kiranya agak sulit untuk memberikan suatu resep yang siap pakai. Akan tetapi, ada saran yang bersifat sangat umum tetapi penting, yaitu dalam setiap kesulitan yang timbul, suami istri harus jujur dan saling terbuka satu sama lain. Banyak kesulitan dan ketegangan dalam rumah tangga bisa semakin menumpuk dan berlarut-larut karena baik suami maupun istri tidak berani berbicara secara terus terang tentang kesulitan-kesulitan yang dialami. Padahal, sekali mereka berani membukia hati, segala kesulitan itu bisa tersingkir, atau setidak-tidaknya menjadi lebih ringan.

No comments:

Post a Comment